Dispute Resolution of Employment Termination in Sea…
Follow Us

Dispute Resolution of Employment Termination in Sea Employment Contract

Dalam Perjanjian Kerja Laut (“PKL”), kedudukan seorang nahkoda sama dengan buruh pada umumnya, oleh karena itu segala ketentuan dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku bagi seorang pekerja/buruh juga berlaku bagi nahkoda, kecuali ditentukan lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”). Secara umum PKL sudah diatur dalam beberapa undang-undang yaitu KUHD, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Per”), dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU Pelayaran”). Di dalamnya terdapat tiga aspek yang kesemuanya bersentuhan dengan aspek dagang, teknis pelayaran, dan aspek ketenagakerjaan.

Dalam kaitannya dengan hubungan kerja antara pengusaha dengan Anak Buah Kapal (”ABK”), dapat diketahui bahwa dasar dari hubungan kerja tersebut adalah PKL yang diatur dalam KUHD, dan memberikan kewenangan bagi Syahbandar sebagai pihak ketiga dalam proses penyelesaian perselisihan antara ABK dan pengusaha.

Hal ini menunjukan bahwa, terdapat dua pengaturan dalam proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) yang dilakukan perusahaan terhadap ABK, serta adanya 2 (dua) pihak sebagai pihak ketiga dalam proses penyelesaian PHK yang dilakukan perusahaan terhadap pekerja (ABK).

Tentang perselisihan, apabila terjadi perselisihan perdata murni, penyelesainnya mengacu pada hukum acara perdata, sedangkan apabila perselisihan tersebut berkaitan dengan teknis pelayaran, penyelesaiannya mengacu pada peraturan UU Pelayaran, akan tetapi apabila terjadi perselisihan yang berkaitan dengan hubungan industrial, ada dua pihak yang merasa memiliki kewenangan dalam menyelesaikan perselisihan diantara perusahaan dengan ABK, yaitu pihak Dinas Ketenagakerjaan yang diberi kewenangan oleh UU No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”) dan pihak Syahbandar yang diberi kewenangan oleh KUHD.

Untuk penyelesaiannya menggunakan asas hukum lex spesialis derogal legi generali (ketentuan yang khusus menyampingkan ketentuan yang sifatnya umum), yang tidak hanya sebatas ketentuan khusus menyampingkan ketentuan yang sifatnya umum, tetapi terhadap peristiwa khusus dapat juga diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas atau lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa khusus tersebut.

ABK dan PKL memiliki sifat kekhususan dibandingkan pekerja dan perjanjian kerja pada umumnya. Di dalam pasal 1 KUHD, dinyatakan bahwa KUHD sebagai ketentuan yang khusus terhadap KUHPerdata. Sementara itu, pasal 396 KUHD menempatkan pengaturan PKL didalam KUHD sebagai ketentuan yang sifatnya khusus terhadap ketentuan didalam Buku III KUHPerdata pada bab VII A, yang mengatur tentang perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Hal ini menunjukan bahwa ketentuan PKL didalam KUHD memiliki sifat yang khusus.

Dengan demikan, dalam proses penyelesaian PHK perusahaan dengan ABK, maka penyelesaiannya dapat didasarkan pada KUHD dengan UU PPHI secara bersama-sama, dengan melibatkan pihak Syahbandar dan pihak Dinas Ketenagakerjaan sebagai pihak ketiga dalam proses penyelesaiannya.

 

Suria Nataadmadja & Associates Law Firm

Advocates & Legal Consultants